6 Syarat Menuntut Ilmu

Dalam kitab Ta’lim Al Mutalim, Syaikh Az-Zarnuji menuliskan dua bait syair dari Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu., yang berbunyi:

 

الا لا تنا Ù„ العلم الا بستة      Ø³Ø§Ù†Ø¨ÙŠÙƒ عن مجمو عها ببيان

 Ø°ÙŽÙƒØ§ÙŽØ¡Ù وَحِرْصٍ وَاصْطِباَرٍ وَبُلْغَةٍ   ÙˆÙŽØ¥ÙØ±Ù’شَادِ أُسْتَاذٍ وَطُوْلِ زَمَانٍ

  

Artinya: 

“Ingatlah! Engkau tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan memenuhi enam syarat, Saya akan beritahukan keseluruhannya secara rinci, yaitu: kecerdasan, sungguh-sungguh, kesabaran, ada biaya, ada bimbingan guru, dan waktu yang lama.“

Jadi kalau kita belajar, mahasiswa belajar (kuliah), anak-anak belajar, bapak-bapak dan ibu-ibu belajar (ikut ngaji di majlis taklim), tidak akan diperoleh ilmu tersebut kecuali dengan enam perkara yang disebutkan di atas.

 

1. Dzakaun (cerdas/kecerdasan)

Cerdas yang dimaksud adalah pembawaan (fitroh) yang sudah dibekali oleh Allah SWT, hanya manusia tinggal mengembangkan kecerdasaan tersebut. Jadi kecerdasan itu akan terabaikan dan masuk ke dalam kategori yang tidak tahu apa-apa. Peluang untuk mendapatkan ilmu sudah ada modal yaitu kecerdasan.

Ulama membagi kecerdasan yang ada pada diri manusia menjadi dua bagian: Pertama; kecerdasan yang diberikan oleh Allah SWT (Muhibbatun Minallah) seperti manusia memiliki kecerdasan menghafal yang kuat, daya talar yang hebat. Kedua kecerdasan untuk mendapatkannya diperlukan usaha yang maksimal (muktasab). Seperti seseorang belajar dengan mencatat, menulis, merangkum, mengerjakan tugas, presentasi makalah, dll.

 

2. Hirsun (sungguh-sungguh)

Seseorang yang mencari ilmu itu dalam dirinya ada dorongan/kemauan yang kuat, keinginan (kesengsrem) karena dalam mencari ilmu itu ada ritme-ritme yang tidak ditemukan dalam kegiatan yang lain. Sehingga berangkatnya ke majlis taklim atau tempat menimba ilmu tidak telat, sesudah sampai duduk paling depan, mendengarkan dengan seksama, tidak ngobrol. Karena seseorang tersebut mengetahui duduknya saja dalam majlis taklim sudah mendapatkan doa-doa dari para malaikat.

 

3. Istobarun (sabar)

Seseorang dalam mencari/menuntut ilmu itu harus sabar. Sabar apabila guru/dosen yang mengajarnya terlalu cepat dan kurang dipahami, sabar apabila waktu belajar terlalu lama, sabar apabila banyak tugas (PR, membuat makalah, dll) yang harus dikerjakan. Jadi apapun jika dikasih penjelasan menerimanya dengan penuh kesabaran. Mempersiapkan diri untuk menerima segala apapun yang disampaikan selalu menjadi perhatian. Sikap hati, sikap diri dalam menghadapi apapun yang menyenangkan, menyakitkan, menguntungkan, merugikan, semuanya dihadapi dengan kesabaran. Makanya Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya Allah itu Bersama orang-orang yang sabar”.

Jika kita ingin mendapatkan kasih sayang Allah, Rahmat Allah, ridha Allah, menerima ilmu dengan baik maka jadilah orang-orag yang sabar. Orang yang sabar secara pisik dapat dilihat, raut mukanya tidak menampakan raut muka yang marah, selalu riang (marahmai).

 

4. Bulghatun (biaya)

Banyak media yang mengumumkan tentang pendidikan gratis, sekolah gak perlu bayar apapun. Tetapi menurut saya pendidikan itu gak ada yang gratis, walaupun duduknya di situ gratis, masuknya gratis, SPP-nya gratis. Orang tersebut harus beli baju (seragam), harus beli perlengkapan sekolah (kuliah), harus bayar transportasi, biaya makan (perlunya sarapan), biaya kost, dll. Itu namanya bulgotun (biaya), sehingga berjuang untuk mendapatkan ilmu atau mencari ilmu dibutuhkan biaya.

Gratis itu relatif artinya dalam bidang apa biaya yang digratiskan. Misalnya bayar SPP-nya gratis tapi biaya yang lainnya tetap harus ada yang dikeluarkan (modal). Jadi pendidikan itu tetap memerlukan modal (biaya) yang harus kita persiapkan, guna tercapainya pendidikan (mencari ilmu).

 

5. Irsadun Ustadzin (bimbingan guru)

Belajar/mencari ilmu itu harus ada guru yang membimbing, suapaya ada yang mebenarkan ketika kita salah. Bisa otodidak, tetapi dalam hal apa. Itu yang harus kita lakukan. Di zaman 4.0 ini dimana segala ilmu pengetahuan tinggal klik saja, tinggal melihat tuntunan, dll. Namun semua itu tidak bisa dijadikan pegangan tetap saja harus didampingi oleh seorang guru.

Lebih baik lagi apabila seorang guru itu memiliki cita-cita, memilki niat di dalam hatinya, bahwa saya (guru) mendidik dan mengajar ini memiliki cita-cita ingin menghantarkan anak didiknya selamat dunia dan akhirat. Mendidik anak, mengajar anak, membimbing anak supaya selamat dunia dan akhirat.

Oleh karena itu mencari ilmu harus ada guru yang mendampinginya, harus berguru.

 

6. Thaul Zaman (waktu yang lama)

Seseorang belajar/mencari ilmu itu tentunya ada waktu yang harus dipersiapkan, dikorbankan. Belajar bukan kapan saja kita mau (sakasamperna) begitu saja, tetapi harus dipersiapkan perangkat-perangkatnya, sehingga begitu niat berangkat dari rumah menuju tempat belajar, kuliah, majelis ilmu akan menjadi kenyataan bahwa ilmu itu sebagai cahaya yang menerangi kegelapan, bahwa ilmu sebagai lentera dalam kehidupan. Agar kehidupan seseorang itu tidak melantur kemana-mana.

Imam Al-Baihaqi berkata: ”Ilmu tidak akan mungkin didapatkan kecuali dengan kita meluangkan waktu”.

 

 

Semoga kita semua dapat meluangkan waktu untuk tetap mencari ilmu, selalu semangat di usia berapapun. Dan Allah SWT memudahkan segala urusan kita semua. Aamiin.

Berita Terkait

Komentar via Facebook

Kembali ke atas